Pertaruhan Kejagung di Kasus Sritex

SUDAH Terperosok tertimpa tangga, Lagi Kembali tertabrak mobil. Begitu sekilas yang terkesan dari penetapan Direktur Penting PT Sritex periode 2018-2023 Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka kasus pidana dugaan korupsi fasilitas kredit Buat PT Sritex dari Bank DKI dan Bank BJB.

Rabu (21/5), Iwan dihadirkan di Kejaksaan Akbar (Kejagung) dengan rompi pink dan ditahan hingga 20 hari ke depan. Bersamanya, ditahan juga Direktur Penting Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata. Total kerugian negara, kata Kejagung, mencapai Rp692 miliar, sesuai besaran kredit dari kedua bank itu.

Tetapi, berbeda dari kasus-kasus korupsi lainnya, pemidanaan bos Sritex itu Tak sepenuhnya mendapat sambutan positif dari publik. Sebagian menilai kasus itu lebih Cocok menjadi perkara perdata.

Cek Artikel:  Sudahi Kucing-kucingan Bahas Undang-Undang

Dimasukkannya kasus kredit Sempit menjadi tindak pidana dianggap menambah sinyal Tak baik bagi iklim berbisnis di Indonesia. Kejatuhan Sritex, setelah 58 tahun menjadi raksasa garmen, sudah Membikin industri tekstil Indonesia berpotensi kehilangan kepercayaan dari investor.

Tentu saja, kekhawatiran pada Pengaruh iklim investasi Tak boleh membiaskan penilaian terhadap kasus fasilitas kredit ini. Romantisme kejayaan Sritex juga jangan Tiba digunakan Buat Membikin gelombang simpati yang salah.

Dalam pengumuman, Rabu, Direktur Penyidikan Jaksa Akbar Muda Tindak Pidana Tertentu Kejagung memang telah menyebutkan sejumlah dasar tindak pidana, yakni penggunaan kredit Buat membayar utang dan membeli aset nonproduktif berupa tanah. Hal itu dinilai Tak sesuai dengan peruntukan sebagai modal kerja. Itulah dasar tindak pidana.

Cek Artikel:  Berebut Bunyi dari Desa

Seperti becermin pada kasus-kasus sebelumnya di Tanah Air, kasus kredit Sempit memang bukan hanya ranah perdata. Parameternya ialah adanya penyalahgunaan penggunaan kredit. Apalagi Kalau kemudian terbukti Buat memperkaya diri sendiri, di situlah Terang tindak pidana.

Ahli hukum juga telah menyatakan bahwa kredit Sempit merupakan perkara perdata murni apabila penyebabnya di luar kekuasaan debitur, seperti gempa, tsunami, ataupun krisis moneter (force majeur). Adapun kredit Sempit yang terkait dengan tindak penyalahgunaan kredit, pelanggaran terhadap peraturan, Bagus Undang-Undang Perbankan maupun peraturan BI, merupakan ranah pidana.

Dari dasar-dasar itu maka yang menjadi pekerjaan besar Kejagung ialah membuktikkan bahwa pembelian tanah dan pembayaran utang itu bukan terkait dengan modal kerja Sritex. Meski dalam pandangan Biasa ketiganya Tak berhubungan, dalam berbisnis Dapat saja berbeda. Pembayaran utang Dapat saja harus dilakukan Sritex Buat Dapat mendapatkan bahan baku dari supplier. Hal itu Terang merupakan proses mendapatkan modal kerja.

Cek Artikel:  Buka-bukaan Makan Bergizi Gratis

Maka, kita sepakat dengan pandangan bahwa Kejagung harus segera mengungkapkan Kategori Biaya dari kredit Sritex itu. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus juga terlibat di dalamnya.

Kalau Cocok tindak pidana itu terbukti, ini akan menjadi pelajaran besar, bukan saja pada bisnis garmen, melainkan juga prinsip kehati-hatian dalam pemberian fasilitas kredit. Sebaliknya, Kalau tindak pidana Tak terbukti, langkah Kejagung akan menambah Tak baik iklim investasi Tanah Air.

 

Mungkin Anda Menyukai